SERI SEJARAH PURBALINGGA: Tragedi Cinta Putri Kadipaten Wirasaba dan Demang Toyareka (4)

- 25 September 2021, 09:20 WIB
Ilustrasi Tragedi Cinta Putri Kadipaten Wirasaba dan Demang Toyareka.
Ilustrasi Tragedi Cinta Putri Kadipaten Wirasaba dan Demang Toyareka. /Blog Igosaputra/Gunanto Eko Saputro

PURBALINGGAKU- Pada abad ke-14 era Majapahit, berdirilah sebuah kadipaten di kaki Gunung Slamet bernama Kadipaten Wirasaba.

Wilayah Kadipaten Wirasaba cukup luas, meliputi kaki Gunung Slamet sisi selatan hingga ke pantai kidul.

Setelah imperium Majapahit runtuh, Wirasaba tetap menginduk kepada penerusnya, yaitu Kesultanan Demak Bintoro.

Saat Demak runtuh dan beralih ke Kesultanan Pajang yang dipimpin Jaka Tingkir alias Sultan Hadiwijaya, Kadipaten Wirasaba pun turut menjadi wilayah di bawah Sultan Pajang.

Baca Juga: SERI SEJARAH PURBALINGGA: Tragedi Terbunuhnya Dua Puteri dan Lahirnya Ki Arsantaka (3)

Saat Kesultanan Pajang berkuasa, Kadipaten Wirasaba dipimpin oleh Adipati Wargautama.

Dia memiliki lima anak, yakni Raden Ayu Kartimah, Ngabehi Wargawijaya, Ngabehi Wirakusuma, Ngabehi Wirayuda, dan si bungsu Rara Sukartiyah.

Putri pertama Wargautama, Raden Ayu Kartimah dinikahkan dengan Jaka Kaiman, seorang abdi di Kadipaten Wirasaba.

Bukan tanpa sebab, Jaka Kaiman diangkat derajatnya karena Adiati Wargautama tahu bahwa ia bukanlah abdi dalem biasa.

Baca Juga: SERI SEJARAH PURBALINGGA: Sayembara Cincin Jaka Tingkir dan Berdirinya Kadipaten Onje (2)

Jaka Kaiman ternyata masih keturunan Raden Haryo Baribin, cucu Prabu Brawijaya, raja terakhir Majapahit.

Sementara itu, putri bungsu Adipati Wargautama, Rara Sukartiyah dijodohkan dengan Bagus Sukra, anak Ki Gede Banyureka, Demang Toyareka

Perjodohan ini direncanakan saat keduanya masih sangat belia. Saat dirasa sudah cukup umur, mereka kemudian dipersatukan.

Baca Juga: SERI SEJARAH PURBALINGGA: Pelangi di Langit Onje (1)

Namun, apa mau dikata, rumah tangga kedua pasangan belia itu tiada kecocokan. Adagium ‘witing tresno jalaran soko kulino’ tak berlaku bagi mereka.

Meskipun sudah dibiasakan, namun api asmara hanya berkobar di hati Bagus Sukra. Sedangkan Rara Sukartiyah tetap dingin. Cinta bertepuk sebelah tangan.

Dinginnya hari Rara Sukartiyah rupanya juga berimbas ke atas ranjang. Sejak awal pernikahan rupanya Rara Sukartiyah tidak bersedia melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.

Baca Juga: Misteri Situs Batu Dakon Onje Purbalingga, Jadi Tempat Pemujaan Leluhur hingga Mainan Anak-anak Zaman Purba

Bulan berganti, Rara Sukartiyah pun meminta talak dari sang suami. Tak ada pilihan lain, Bagus Sukra pun akhirnya terpaksa memenuhi keinginan istrinya dan pulang ke pendopo orangtuanya di Toyareka.

Mahligai rumah tangga mereka berakhir sudah. Rara menjadi janda muda. Namun, bukan janda biasa. Rara adalah janda spesial yang disebut dengan ‘Randa Kabla’, atau janda yang masih perawan.

Sebagai seorang ayah, kepulangan Bagus Sukra tentu saja membuat hati Ki Gede Banyureka masygul.

Baca Juga: Misteri Batu Prasasti Cipaku, Dianggap Meteorit hingga Bisa Merubah Arah Jarum Kompas

Apapun alasannya, Ki Gede Banyureka merasa harga dirinya terinjak-injak. Terlebih Bayu Sukra, hatinya remuk redam, cinta yang begitu membuncah di dalam hati seketika berubah menjadi dendam kesumat.

Namun apa bisa dikata. Kedua bapak anak ini tidak dapat berbuat apa-apa karena sadar posisi. Demang pada saat itu hanya memimpin sepetak desa.

Sementara Adipati Wargautama adalah pemimpin Kadipaten, sebuah wilayah setingkat kabupaten yang strukturnya langsung di bawah pemerintahan Kesultanan Pajang.***

 

Gunanto Eko Saputro
Gunanto Eko Saputro PURBALINGGAKU/M Fahmi

Artikel ini dikutip dari Blog Igosaputra.

Gunanto Eko Saputro, lahir di Desa Langgar, Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada 13 Agustus 1983.

Igo, sapaan akrabnya, merampungkan program sarjana Ilmu Manajemen Hutan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Magister Ilmu Lingkungan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).

Tahun 2006, ia bekerja di Majalah Tempo sebelum akhirnya memilih jalan ninja sebagai abdi negara di tanah lahirnya, Purbalingga.

Saat ini Igo memiliki ketertarikan baru di bidang sejarah. Bahkan dia sudah menerbitkan buku Seri Sejarah Purbalingga.

Igo bisa disapa di dunia maya pada laman facebook Igo Saputra, Instagram @igoendonesia dan blog igosaputra.

Editor: M Fahmi

Sumber: Gunanto Eko Saputro


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah