Baca Juga: Ada Tugu Mirip Monas di Purbalingga, Ternyata Begini Kisahnya
Masing-masing lubang bisa berisi barang sesajian yang berbeda-beda. Jadi, area batu dakon adalah area pemujaan arwah leluhur.
Analisis ini diperkuat karena di sekitar Batu Dakon juga ditemukan menhir dan lokasinya juga seperti punden berundak. Sampai saat ini, area tersebut pun masih menjadi tempat pemujaan.
“Ketika saya berkunjung ke sana, banyak tertinggal tumpukan sisa pembakaran kemenyan dan sesaji bebungaan,” ujarnya.
Ada pula ahli sejarah yang beranggapan fungsi Batu Dakon itu sebagai proyeksi peta bintang seperti batu serupa yang juga ditemukan di dataran tinggi India.
Analisis lainya, cerukan batu itu merupakan sarana sistem penanggalan kuno, seperti yang saat ini masih diterapkan di Masyarakat Adat Baduy. Sistem kalender tradisional mereka disebut dengan ‘Kolonjer’.
Baca Juga: Hari ini Dalam Sejarah: Tragedi 9/11, Runtuhnya Menara Kembar WTC di Amerika Serikat
Entah apapun fungsinya, kalau melihat cerukan-cerukan pada Batu Dakon bukan merupakan bentukan alam, melainkan karya manusia dan tampak sering digunakan.
“Tapi masyarakat Desa Onje mempunyai versinya sendiri mengenai Batu Dakon yang bertalian dengan leluhur mereka, yaitu, Adipati Onje II atau Raden Anyakrapati,” kelas Igo.
Berdasarkan cerita rakyat setempat, batu ini merupakan peninggalan dukun bayi yang merawat Adipati Onje II yang hidup pada Abad 16 Masehi (Manuskrip Punika Serat Sejarah Babad Onje, red).