SERI SEJARAH PURBALINGGA: Sayembara Cincin Jaka Tingkir dan Berdirinya Kadipaten Onje (2)

19 September 2021, 11:56 WIB
Makam Adipati Onje /Blog Igosaputro

PURBALINGGAKU- Keraton Pajang tengah dilanda geger. Cincin kesayangan sang Sultan Hadiwijaya hilang tak tahu rimbanya.

Sultan Hadiwijaya yang pada masa mudanya dikenal sebagai Jaka Tingkir dan memiliki nama kecil Mas Karebet itu kemudian mengadakan sayembara.

Barangsiapa menemukan Cincin Soca Ludira, jika perempuan akan diangkat sebagai selir, jika laki-laki akan diberikan selirnya yang paling cantik.

Tidak dinyana tak diduga, cincin ini ternyata ditemukan oleh seorang yang jauh-jauh datang dari tenggara Gunung Slamet, Ki Tepus Rumput.

Baca Juga: SERI SEJARAH PURBALINGGA: Pelangi di Langit Onje (1)

Perkataan Sultan adalah Sabda Pandita Ratu, tak kena wolak-walik (berubah-ubah). Sultan Pajang pun memenuhi janjinya. Ki Tepus Rumput dianugerahi seorang selirnya yang paling cantik. Ia merupakan Putri Adipati Menoreh.

Tak hanya itu, Ki Tepus Rumput diberi pula jabatan adipati untuk daerah seluas 200 grumbul atau kampung dimana ia bersemedi. Ia kemudian diberi gelar Ki Ageng Ore-ore atau Raden Ore-Ore.

Namun, pemberian selir ini juga disertai janji-janji agar Ki Tepus Rumput yang sekarang sudah bergelar bangsawan Raden Ore-Ore jangan dulu menggaulinya.

Sebab, selir Jaka Tingkir tersebut sedang keadaan mengandung empat setengah bulan. Ki Tepus Rumput baru boleh menggaulinya setelah kelak kemudian hari bayi dalam kandungan selirnya lahir.

Baca Juga: Misteri Situs Batu Dakon Onje Purbalingga, Jadi Tempat Pemujaan Leluhur hingga Mainan Anak-anak Zaman Purba

ingsun ora wani-wani sapa kang anemokaken manira paringi bojoningsun bocah desa asal putrane Kiyai Dipati Menoreh iya rawatana ananging iya wus meteng olih kapat tengah iya iku poma-poma aja kowe tumpangi, inggih sakelangkung saking panuwun kula lan sira manira paringi bumi karya rongatus mardika lan sira manira sengkakaken ing luhur sinebut Kiyai Ageng Ore-ore, nunten lajeng mantuk dhateng dhusun Teruka ing Onje, sareng dugi ing mangsa zhohir ingkang putra miyos kakung lajeng ngunjuki uninga dhateng” kata Sultan Hadiwijaya dalam Babad Onje.

Setelah penganugerahan selir dan gelar adipati, Raden Ore-ore kemudian undur diri untuk kembali ke tempat asalnya.

Sang Sultan memberikan pengawalan prajurit Pajang yang dipimpin oleh empat orang perwira bernama Puspa Jaga, Puspa Raga, Puspa Kantha dan Puspa Dipa.

Baca Juga: Misteri Batu Prasasti Cipaku, Dianggap Meteorit hingga Bisa Merubah Arah Jarum Kompas

Setelah sampai di daerah hutan dekat tempat semedinya, rombongan Raden Ore-ore dihadang rombongan begal yang dipimpin bekas pengikut Harya Penangsang bernama Putera Jala.

Ia bermaksud merampas puteri selir yang dibawa rombongan tersebut. Namun, empat serangkai Puspa berhasil mengalahkan Putera Jala dan mereka bisa melanjutkan perjalanan. Akhirnya, sampailah mereka di Trukah Onje dengan selamat.

Raden Ore-ore dibantu dengan Pasukan Pajang dan abdi dalem yang diberikan Sultan Pajang kemudian mengembangkan wilayah tersebut menjadi sebuah kadipaten.

Tak lama kemudian, wilayah tersebut berkembang pesat dan di beri nama Kadipaten Onje.

Baca Juga: Karl Marx ‘Bapak Komunis’ Ternyata Punya Keponakan yang Jadi Bupati Purbalingga, Ini Buktinya

Ada salah satu grumbul atau dusun di Kadipaten Onje diberi nama ‘Surti’ yang berasal dari perkataan ‘sur puteri’ atau ‘lungsuran puteri’. Hal itu merujuk bahwa Nyai Ore-Ore merupakan lungsuran atau bekas selir Sultan Pajang.

Tak lama kemudian Nyai Ore-ore melahirkan seorang bayi laki-laki. Bayi ini lalu dibawa ke Pajang dan oleh Sultan Hadiwijaya yang tak lain ayah kandungnya diberi nama Raden Anyakrapati.

Sultan berpesan agar kelak, Raden Anyakrapati yang menggantikan Raden Ore-Ore menjadi adipati di Kadipaten Onje.

Raden Ore-ore juga mendapatkan tambahan wilayah kekuasaan 835 grumbul dan 7 keluarga kepala desa untuk mengabdi di Kadipaten Onje.

Baca Juga: Ternyata Sudah Ada Pabrik Zaman Prasejarah di Purbalingga, Ini Buktinya

Sareng sampun dugi ing mangsa nunten kasaosaken melebu. Pangandikane Kanjeng Sultan, ingsun derma bae, iya sira kang anduweni anak. Iki dadi wewinih ana ing desa, lan manira paringi bumi karya wolungatus tigang lawe, sarta katandha upacaraning bupati, lan keparingan nama Kiyai Dipati Anyakrapati ing Onje, lan manira gawani sentana kamisepuh pitung somah dadia emban-embane aning desa Onje. Ana dene ratune Pandhomasan Timbang, Purbasari satus, Bobotsari Kertanegari satus, Kadipaten satus, Kontawijayan satus, Bodhas Mertasanan Mertamenggalan satus, Toyareka satus kawan desa, Selanga Kalikajar pitung desa, Onje kalihatus,” kata Raden Ore-ore dalam Babad Onje.

Setelah dewasa dan dipandang mampu memegang tampuk pimpinan, Raden Ore-ore memenuhi janjinya dan menyerahkan jabatan Adipati Onje kepada anak tirinya.

Baca Juga: Ada Tugu Mirip Monas di Purbalingga, Ternyata Begini Kisahnya

Raden Anyakrapati pun menjabat sebagai Adipaten Onje II. Akhirnya, anak kandung Jaka Tingkir itu pun menjadi Adipati Onje.

Sementara, Raden Ore-ore alias Ki Tepus Rumput memilih untuk berkelana kembali.

Bersambung...

 

Gunanto Eko Saputro PURBALINGGAKU/M Fahmi

Gunanto Eko Saputro, lahir di Desa Langgar, Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada 13 Agustus 1983.

Igo, sapaan akrabnya, merampungkan program sarjana Ilmu Manajemen Hutan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Magister Ilmu Lingkungan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).

Tahun 2006, ia bekerja di Majalah Tempo sebelum akhirnya memilih jalan ninja sebagai abdi negara di tanah lahirnya, Purbalingga.

Saat ini Igo memiliki ketertarikan baru di bidang sejarah. Bahkan dia sudah menerbitkan buku Seri Sejarah Purbalingga.

Igo bisa disapa di dunia maya pada laman facebook Igo Saputra, Instagram @igoendonesia dan blog igosaputra.

Editor: M Fahmi

Sumber: Gunanto Eko Saputro

Tags

Terkini

Terpopuler