SAH Putusan MK Tolak Perubahan, Hanya PDIP Inginkan Sistem Proposional Tertutup

15 Juni 2023, 15:41 WIB
Hanya PDIP Inginkan Sistem Proposional Tertutup, Sementara Partai Lain Meminta MK Tidak Mengubah Sistem Pemilu /Dok. MK

PURBALINGGAKU- Hanya PDIP yang menginginkan penerapan sistem proporsional tertutup. Sementara parpol lainnya meminta agar Mahkamah Kontitusi (MK) tidak mengubah sistem pemilu 2024 mendatang.

Mayoritas partai politik menegaskan bahwa sistem pemungutan suara yang digunakan dalam pemilu merupakan kewenangan pembuat undang-undang, yaitu presiden dan DPR. 

Oleh karena itu, mereka merasa bahwa MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubahnya melalui putusan uji materi.

Permohonan uji materi diajukan pada 14 November 2022 dan MK menerima permohonan dari lima orang yang keberatan dengan sistem proporsional terbuka. Mereka menginginkan penerapan sistem proporsional tertutup.

Baca Juga: MK Tegas Menolak Permohonan Perubahan Sistem Pemilu menjadi Proporsional Tertutup

Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak dapat memilih calon anggota legislatif secara langsung. Pemilih hanya dapat memilih partai politik, sehingga partai memiliki kendali penuh dalam menentukan siapa yang akan duduk di parlemen.

Para pemohon terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi (Bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka telah memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa mereka.

Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah menegaskan menolak permohonan perubahan Sistem Proporsional Tertutup dalam Pemilu 2024 mendatang.

Putusan ini mempertahankan bahwa sistem Proposional Terbuka akan tetap digunakan sebagai metode pemilihan umum ataupun anggota legislatif di Indonesia.

Baca Juga: Bupati Antar Calon Jemaah Haji Purbalingga ke Embarkasi Donohudan

Dalam putusanya, Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas telah menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka. 

Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut menegaskan bahwa pemilu tetap akan memakai sistem proporsional terbuka.

Hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6) mengatakan, 'Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," demikian bunyi putusan tersebut.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah memperhatikan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu yang tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu. 

Hakim konstitusi Sadli Isra menjelaskan bahwa setiap sistem pemilu memiliki kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistem itu sendiri.

Baca Juga: Musykom ke II, IMM Purbalingga Kobarkan Semangat Perjuangan KH Abu Dardiri

Sadli Isra menyatakan bahwa Mahkamah meyakini perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, termasuk kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, serta hak dan kebebasan berekspresi.

Namun, putusan ini juga menunjukkan adanya pendapat berbeda atau dissenting opinion dari hakim konstitusi Arief Hidayat.

Adapun pemilihan anggota legislatif dengan menggunakan Sistem Proporsional Terbuka memiliki beberapa keuntungan. 

Pertama, sistem ini memberikan kesempatan yang adil bagi partai politik yang lebih kecil untuk mendapatkan perwakilan di parlemen. 

Dalam sistem ini, suara setiap pemilih sangat bernilai dan dapat berkontribusi langsung terhadap perolehan kursi oleh partai politik yang dipilihnya.

Kedua, sistem ini mendorong partisipasi politik yang lebih luas. Dalam Sistem Proporsional Terbuka, pemilih dapat memilih kandidat individual yang dianggapnya paling berkualitas dari partai politik tertentu. 

Hal ini memungkinkan pemilih untuk lebih memilih berdasarkan kualitas dan kinerja individu, bukan hanya berdasarkan afiliasi partai politik.

Selain itu, sistem ini juga mendorong partai politik untuk lebih memperhatikan daerah pemilihan yang lebih kecil. 

Partai politik akan lebih cenderung mencari kandidat yang memiliki popularitas dan dukungan di wilayah tertentu agar dapat meraih suara maksimal dalam pemilihan tersebut.

Putusan MK ini juga memperkuat prinsip demokrasi di Indonesia. Dengan mempertahankan Sistem Proporsional Terbuka, setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama dan tidak ada suara yang terbuang. 

Baca Juga: Belum Genap Seminggu Diluncurkan, Lagu Terbaru Happy Asmara Shopee Maszeh Sukses Bikin Netizen Terpincut

Hal ini memberikan jaminan bahwa keputusan politik yang dihasilkan dalam pemilihan tersebut mewakili kehendak rakyat secara proporsional.

Meskipun sistem ini memiliki beberapa kelemahan, seperti potensi terbentuknya koalisi yang lemah dan perwakilan yang kurang.

Namun putusan MK dapat juga menekankan pada pentingnya menjaga keseimbangan antara stabilitas politik dan partisipasi rakyat dalam proses demokrasi.

Dengan keputusan ini, Sistem Proporsional Terbuka akan terus menjadi dasar dalam pemilihan anggota legislatif di Indonesia. 

Baca Juga: Pendaftaran Resmi Ditutup, Kuota Perempuan Calon Anggota Bawaslu Zona 6 Belum Terpenuhi

Hal ini menunjukkan komitmen negara untuk memastikan sistem pemilihan yang adil, proporsional, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.***

Editor: A.N Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler