Misteri Situs Batu Dakon Onje Purbalingga, Jadi Tempat Pemujaan Leluhur hingga Mainan Anak-anak Zaman Purba

15 September 2021, 16:23 WIB
Situs Batu Dakon di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Purbalingga. /PURBALINGGAKU/Gunanto Eko Saputro

PURBALINGGAKU- Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Purbalingga adalah salah satu wilayah yang kaya akan peninggalan bersejarah.

Di Desa Onje, Purbalingga banyak ditemukan artefak jejak peradaban dari era Kadipaten Onje (Kesultanan Pajang), era Mataram Islam hingga peninggalan zaman purbakala.

Salah satunya adalah Situs Batu Dakon yang diperkirakan berasal dari periode megalitikum di Desa Onje, Purbalingga.

Artefak itu berupa bongkahan batu yang bagian atasnya datar namun terdapat lubang-lubang cerukan halus dan teratur.

Baca Juga: Misteri Batu Prasasti Cipaku, Dianggap Meteorit hingga Bisa Merubah Arah Jarum Kompas

Sekilas batu purba tersebut mirip dengan papan dakon atau congklak, itulah sebabnya situs tersebut dikenal dengan Situs Batu Dakon.

Dakon alias congklak adalah permainan tradisional khas nusantara. Di beberapa daerah di Jawa, permainan ini juga dikenal dengan istilah ‘lumbungan’.

Pemerhati sejarah Purbalingga, Gunanto Eko Saputro mengatakan, Situs Batu Dakon diakui sebagai salah satu benda cagar budaya di Purbalingga.

Artefak itu berupa batu andesit berwarna hitam selebar kurang lebih 70 centimeter. Pada bidang batu yang datar, terdapat 10 cerukan berpenampang lingkarang dengan lebar yang beragam.

Baca Juga: Karl Marx ‘Bapak Komunis’ Ternyata Punya Keponakan yang Jadi Bupati Purbalingga, Ini Buktinya

Pria yang karib disapa Igo itu mengukur, diameter terlebar cerukan sekitar 15 centimeter dan diameter tersempit sekitar 10 centimeter.

Lokasi Situs Batu Dakon tak jauh dari situs bersejarah lainnya di Desa Onje yaitu Masjid Sayid Kuning. Jaraknya sekira 250 meter ke arah pertemuan tiga sungai yang ada di belakang masjid.

“Masyarakat setempat menyebutnya kedung pertelu, jojok pertelu atau tempuran tiga. Batu Dakon tepat berada di pojok tebingnya. Tebing tersebut juga ditutup tatanan batu yang membentuk talud berjenjang, kemudian ada anak tangga yang, keseluruhanya serupa punden berundak,” kata Igo.

Baca Juga: Ternyata Sudah Ada Pabrik Zaman Prasejarah di Purbalingga, Ini Buktinya

Nah, yang menggelitik, apakah fungsinya Batu Dakon tersebut? Apakah anak-anak jaman purba di Bumi Perwira ini sudah mainan Congklak?

Igo mengungkapkan, temuan artefak serupa Batu Dakon tak hanya di Purbalingga. Batu Dakon juga ditemukan di Bogor, bahkan ada tiga, yaitu, di area Situs Kebon Kopi, Batu Dakon Kampung Raden Saleh dan Batu Dakon Pasir Jaya.

Artefak serupa juga ditemukan di Situs Cengkuk, Sukabumi; Situs Sinjar Bulan, Jambi; Aek Sipitu Dai, Limbong, Pulau Samosir; Situs Benteng Sari, Lampung Timur; Situs Kulawi, Sigi, Sulawesi Tengah dan  Situs Taman Purbakala Cipari, Kuningan.

“Dengan temuan Batu Dakon di seantero Nusantara, artinya batu seperti itu lazim digunakan oleh pada zaman dulu,” ujarnya.

Seorang arkeolog, Agus Aris Munandar dan kalangan ahli prasejarah berpendapat lubang di batu itu berfungsi sebagai altar sesajian seperti kembang-kembangan atau biji-bijian.

Baca Juga: Ada Tugu Mirip Monas di Purbalingga, Ternyata Begini Kisahnya

Masing-masing lubang bisa berisi barang sesajian yang berbeda-beda. Jadi, area batu dakon adalah area pemujaan arwah leluhur.

Analisis ini diperkuat karena di sekitar Batu Dakon juga ditemukan menhir dan lokasinya juga seperti punden berundak. Sampai saat ini, area tersebut pun masih menjadi tempat pemujaan.

“Ketika saya berkunjung ke sana, banyak tertinggal tumpukan sisa pembakaran kemenyan dan sesaji bebungaan,” ujarnya.

Ada pula ahli sejarah yang beranggapan fungsi Batu Dakon itu sebagai proyeksi peta bintang seperti batu serupa yang juga ditemukan di dataran tinggi India.

Analisis lainya, cerukan batu itu merupakan sarana sistem penanggalan kuno, seperti yang saat ini masih diterapkan di Masyarakat Adat Baduy. Sistem kalender tradisional mereka disebut dengan ‘Kolonjer’.

Baca Juga: Hari ini Dalam Sejarah: Tragedi 9/11, Runtuhnya Menara Kembar WTC di Amerika Serikat

Entah apapun fungsinya, kalau melihat cerukan-cerukan pada Batu Dakon bukan merupakan bentukan alam, melainkan karya manusia dan tampak sering digunakan.

“Tapi masyarakat Desa Onje mempunyai versinya sendiri mengenai Batu Dakon yang bertalian dengan leluhur mereka, yaitu, Adipati Onje II atau Raden Anyakrapati,” kelas Igo.

Berdasarkan cerita rakyat setempat, batu ini merupakan peninggalan dukun bayi yang merawat Adipati Onje II yang hidup pada Abad 16 Masehi (Manuskrip Punika Serat Sejarah Babad Onje, red).

Konon, batu tersebut sebagai bekas sarana mengulek aneka bahan jejamuan untuk kesehatan atau pengobatan masa kecil Sang Adipati.

“Cerita lain, masih terkait Adipati Onje II, batu tersebut bisa berlubang-lubang karena sengaja digerus-gerus untuk diambil serbuk batunya yang digunakan untuk bahan menggosok gigi,” pungkasnya.***

 

Gunanto Eko Saputro PURBALINGGAKU/M Fahmi

Gunanto Eko Saputro, lahir di Desa Langgar, Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada 13 Agustus 1983.

Igo, sapaan akrabnya, merampungkan program sarjana Ilmu Manajemen Hutan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Magister Ilmu Lingkungan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).

Tahun 2006, ia bekerja di Majalah Tempo sebelum akhirnya memilih jalan ninja sebagai abdi negara di tanah lahirnya, Purbalingga.

Saat ini Igo memiliki ketertarikan baru di bidang sejarah. Bahkan dia sudah menerbitkan buku Seri Sejarah Purbalingga.

Igo bisa disapa di dunia maya pada laman facebook Igo Saputra, Instagram @igoendonesia dan blog igosaputra.

Editor: M Fahmi

Sumber: Gunanto Eko Saputro

Tags

Terkini

Terpopuler