Dikotomi! Paradigma Guru Penggerak, Ancaman terhadap Kesetaraan Guru

20 Juni 2023, 20:50 WIB
Dikotomi! Paradigma Guru Penggerak, Ancaman terhadap Kesetaraan Guru /Pexels.com / RDNE Stock project/

PURBALINGGAKU- Paradigma di dalam dunia pendidikan, Guru Penggerak mengancam keharmonisan antar guru yang memiliki peran sama dalam mencetak generasi penerus yang kompeten. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul sebuah dikotomi yang menimbulkan masalah ketidakadilan bagi guru, yaitu antara guru penggerak dan guru biasa.

Dikotomi ini menciptakan perasaan inferioritas di antara guru-guru yang tidak termasuk dalam kategori guru penggerak. 

Pemberian predikat "guru penggerak" juga menciptakan ketimpangan dalam pengembangan profesionalisme guru. 

Selain itu, dikotomi ini juga berdampak adanya pemisahan antara "guru penggerak" dan "guru biasa" mengurangi kesempatan untuk saling belajar dan berbagi pengalaman. 

Baca Juga: PMII Bersuara: Berantas Korupsi dan Tutup Peluang Maling Besar di Bangka Belitung

Hal ini dikarenakan usia dibatasi untuk jadi guru penggerak yakni usia 50 tahun tidak bisa ikut, serta harus mengajar minimal 5 tahun.

"Guru penggerak ini kan seleksinya dibatasi usia. Guru yang usianya di atas 50 tahun enggak bisa ikut padahal mereka bertahun-tahun ngabdi. Kebijakan ini membatasi harusnya kalau berprinsip keadilan semuanya bisa menjadi guru penggerak tanpa dibatasi usia," kata Zuhri dilansir dari NU Online,  Selasa (20/6/2023).

Guru Penggerak merupakan program pendidikan guru selama 6 bulan untuk mendukung guru menjadi pemimpin pembelajaran, menerapkan kurikulum Merdeka Belajar, dan menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan.

Selama mengikuti Calon Guru Penggerak (CGP) didukung oleh Instruktur, Fasilitator, dan Pendamping Guru Penggerak. 

Baca Juga: KPU Purbalingga Tetapkan DPT Pemilu 2024, Catur: Total 772.268 Pemilih

Zuhri menyoroti program guru penggerak yang berorientasi mendapatkan jabatan kepala sekolah atau pengawas sekolah. Padahal, tujuan utama dari program ini adalah membentuk karakter guru yang beriorentasi pada murid demi kemajuan pembelajaran di sekolah.

Guru Penggerak dipercaya dapat mengatasi berbagai tantangan dalam proses belajar mengajar. Namun, dikotomi ini sebenarnya memberikan dampak negatif terhadap guru secara umum.

“Puncak guru berkarir ini kan ketika menjabat kepala sekolah tapi kalau menurut saya guru penggerak jangan jadi satu-satunya instrumen untuk mengangkat guru jadi kepala sekolah dan seterusnya,” katanya.

Bagi Guru Penggerak, sertifikat akan dijadikan sebagai acuan syarat pengangkatan kepala sekolah. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.

Menurut Zuhri, Program guru penggerak ini, jadi dikotomi para guru. Contohnya saat ini terjadi di tengah masyarakat dan membuat keharmonisan antar guru rusak akibat paradigma yang dibangun dari guru penggerak.

Baca Juga: Wabup Sudono Jabat Plh Selama Bupati Purbalingga Beribadah Haji

Zuhri mendorong pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan untuk mengubah sistem perekrutan guru penggerak agar tak ada iming-iming kenaikan pangkat sebagai kepala sekolah atau pimpinan yayasan. "Ini harus ada pembenahan niat kadang tidak semua guru bisa memahami ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut, “Kalau kebijakan pemerintah semua harus rata, tinggal instrumennya diatur karena aksesnya sulit, tesnya tidak semua bisa lulus, ada seleksi dan seterusnya. Secara tidak langsung ini membentuk kelompok guru tertentu ada dikotomi guru penggerak dan non penggerak,” tambahnya.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 26 Tahun 2022, Sertifikat Guru Penggerak bisa digunakan untuk pemenuhan syarat pengawas sekolah atau penugasan lain di bidang pendidikan.

Melansir dari Kemendikbud, Guru Penggerak harus lulus seleksi dan mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak. 

Program ini akan menciptakan guru penggerak yang dapat:

1. Mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi dan kolaborasi secara mandiri.

2. Memiliki kematangan moral, emosi dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik.

3. Merencanakan, menjalankan, merefleksikan dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada murid dengan melibatkan orang tua.

4. Berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan menumbuhkan kepemimpinan murid.

5. Mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar sekolah

Baca Juga: Kemenangan Gemilang Argentina dengan Skor 2-0 atas Indonesia: Paredes dan Romero Bersinar

Peran Guru Penggerak

Guru Penggerak diharapkan menjadi katalis perubahan pendidikan di daerahnya dengan cara:

1. Menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya.

2. Menjadi Pengajar Praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah.

3. Mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah.

4. Membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antar guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

5. Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah.***

Editor: A.N Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler