Jawaban Ibnu Mukaddam Ketika Dituduh Kafir

- 21 Oktober 2021, 23:55 WIB
Ilustrasi. Ini jawaban Ibnu Mukaddam ketika dipanggil sebagai kafir.
Ilustrasi. Ini jawaban Ibnu Mukaddam ketika dipanggil sebagai kafir. /Pexels.com/Rayn L

PUBALINGGAKU - Ketika tuduhan buruk dilemparkan orang lain, sebagain orang akan merasa marah dan geram. Namun tidak demikian dengan Ibnu Mukaddam.

Dia justru mewajibkan dirinya sendiri untuk bersyukur setelah mendengar tuduhan buruk. Apalagi sebutan buruk itu ucapan "hai kafir".

Ketika disebut seperti itu, Ibnu Mukaddam memberikan jawaban yang syarat akan ilmu.

Dikutip dari islam.nu.or.id, pada Kamis, 21 Oktober 2021, dalam Kitâb al-Imtâ’ wa al-Mu’ânasah, Imam Abu Hayyan al-Tauhidi mencatat sebuah kisah ketika Ibnu Mukaddam dipanggil ‘kafir’ oleh seseorang. Berikut kisahnya:   

Seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Mukaddam:
“Wahai kafir!”
Ibnu Mukaddam menjawab:
“Aku mewajibkan diriku untuk bersyukur, di mana ucapan itu tidak mengalir di atas lidahku, dan aku tidak wajib menyuguhkan hujjah atas ucapan ‘kafir’ itu. Sungguh, aku malah mengalihkan hatiku terhadap beberapa hal (lain).”   Laki-laki itu bertanya:
“Apa itu?”
Ibnu Mukaddam menjawab:
“Jika pun kau mengatakan (tuduhan itu) seribu kali, aku tidak akan menjawabnya sekalipun. Aku tidak akan menaruh dendam kepadamu, dan tidak akan mengeluhkan (perbuatan)mu pada seorang pun. Jika aku berhasil melakukannya karena Allah ‘Ajja wa Jalla setelah ucapan(mu) ini, aku akan memberimu pertolongan.”
Kemudian laki-laki itu bertobat (setelah mendengar perkataan Ibnu Mukaddam).
(Imam Abu Hayyan al-Tauhidi, Kitâb al-Imtâ’ wa al-Mu’ânasah, Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyyah, 2011, h. 247)  

Ibnu Mukaddam tidak marah, menghardik, apalagi menyerangnya secara fisik. Ia pun merasa tak perlu untuk membantahnya.

Ia sadar betul, tidak ada manusia yang benar-benar sempurna; tidak ada manusia yang bisa lepas dari perbuatan dosa.

Selama mereka hidup, potensi berdosa, dan bersalah tidak kalah besarnya dari potensi berpahala, dan beramal baik.

Ia malah senang dituduh “kafir”, karena ia menerima kemungkinan “kafir” pada dirinya sendiri. Ia menjadikan tuduhan itu sebagai pengingat, ‘apakah ia akan berhasil menghindari kekafiran sampai ia mati?’

Halaman:

Editor: Galuh Widoera Prakasa

Sumber: islam.nu.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah