Kesejahteraan Guru dan Mutu Pendidikan

6 April 2023, 04:37 WIB
Ilustrasi guru /Drazen Zigic/Freepik

PURBALINGGAKU - Lagu Ojo Dibandingke yang belakangan ini viral tentu ada benarnya, bahwa kita tidak perlu membanding-bandingkan sesuatu, apalagi dalam hal materi. Namun membanding-bandingkan juga mempunyai relevansi yang positif jika untuk hal kebaikan. Salah satunya terkait dengan mutu pendidikan di Indonesia.

Kita perlu membanding-bandingkan, bukan untuk memperendah dan memperolok diri, namun justru kita ingin belajar agar bisa setara, bahkan melapauinya, bukankah berlomba-lomba dalam kebaikan adalah seuatu yang dianjurkan?

Dalam survei kualitas pendidikan yang dikeluarkan oleh PISA (Programme for International Student Assessment), pada selasa 3 Desember 2019, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara.

Hal ini tentu menjadi sesuatu yang memprihatinkan, bagaimana negara tetangga seperti Malaysia jauh diatas kita dengan memperoleh peringkat ke-56, apalagi Singapura menempati posisi ke-2.

Baca Juga: Penerapan Model Pembelajaran TGT dengan Media Permainan Monopoli untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

Padahal, didalam pembukaan UUD 45 sudah sangat jelas, dikumandangkan setiap hari senin ketika upacara-upacara di sekolah, bahwa salah satu tujuan para pendiri bangsa membentuk sebuah negara adalah bagaimana cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dapat diwujudkan.

Dan disetiap pemerintahan setelah bangsa kita merdeka, janji untuk melaksanakan pembangunan dalam sektor pendidikan menjadi isu yang selalu digaungkan.
Dalam perkembangannya, pendidikan di Indonesia selalu mengalami perbaikan.

Hal tersebut tentunya berkaitan dengan upaya tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. Walaupun masih terdapat masalah di dalam dunia pendidikan yang harus terus dibenahi, upaya mencapai titik ideal harus terus dilakukan. Salah satunya adalah peningkatan kesejahteraan guru.

Baca Juga: Kontribusi Hasil Tani Untuk Pertumbuhan Ekonomi

Mendorong Pendidikan yang Bermutu
Menurut Defoe dan Juran, mutu adalah fitness for purpose (kesesuaian dengan tujuan). Bagaimana suatu produk itu sesuai dengan keinginan dan harapan.

Dalam konteks pendidikan, pendidikan bermutu berarti pendidikan yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa dan memiliki budi pekerti yang luhur.

Mutu sangat diperlukan agar terciptanya kepercayaan antara penyedia jasa dan juga pengguna jasa. Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan penyelenggaraan pembelajaran yang baik.

Baca Juga: Masyarakat Antusias Melihat Koleksi Museum Keliling dari Museum Soegarda Poerbakawatja

Dan peran guru dalam hal ini sangat vital, walaupun perkembangan teknologi akan terus menerus berkembang, peran guru tidak akan tergantikan, karena guru bukan hanya transfer knowlade namun juga transfer of value.

Perkembangan teknologi sangat memungkinkan untuk mengakses informasi dari mana saja, namun tidak dengan nilai-nilai luhur yang ada. Walaupun ujung tombak proses pembelajaran adalah guru, namun keterlibatan seluruh stakeholder sangat diperlukan.

Disini, peran dan tanggung jawab stakeholder, pemangku kepentingan dan masyarakat harus saling bersinergi, saling melengkapi dan mengedepankan prinsip gotong royong.

Baca Juga: RUU Sisdiknas Jamin Kesejahteraan Guru, Yakin ?

Visi untuk menyelenggarakan lembaga pendidikan yang berkualitas harus menjadi semangat kolektif yang menjadikan satu tali pengikat yang kuat.

Tentunya masing-masing pihak harus tahu peran dan tanggung jawabnya agar proses tercapainya kualitas pendidikan yang baik bisa berjalan selaras dengan peran yang bisa dijalankan masing-masing pihak secara maksimal.

Bagi pemerintah, sebagai otoritas tertinggi dalam menentukan kebijakan, menggunakan fungsi kebijakan yang berpihak pada guru harus terus didorong, seperti yang tengah diupayakan pemerintah dengan memperbanyak formasi guru PPPK.

Baca Juga: Apa yang Dinilai Dari Tes Wartegg? Berikut Bentuk Analisanya

Menurut data, guru ASN PPPK tahun 2021 ada lebih dari 300.000 dan pada tahun 2022 sebanyak 250.000. Ini merupakan iktikad baik pemerintah untuk mengatasi permasalahan guru honorer walaupun belum sepenuhnya berhasil.

Guru Sejahtera untuk Pendidikan yang Bermutu

Menurut Abraham maslow, motivasi manusia melakukan sesuatu adalah karena hirarki kebutuhan. Kebutuhan ini yang merangsang seseorang melakukan kegiatan.

Dalam teorinya Maslow menyebut bahwa kebutuhan pertama adalah kebutuhan fisiologi atau kebutuhan dasar. Hal-hal seperti makan, minum, tidur dan yang semacamnya.

Baca Juga: Tips Mengerjakan Tes Wartegg, Dinamis Mengerjakan Tiap Gambar

Dalam realitas yang ada, untuk memenuhi kebutuhuhan hidup, guru honorer ternyata tidak hanya harus berfikir kreatif di sekolah, namun juga setelah pulang dari sekolah, harus tetap kreatif dengan mencari penghasilan tambahan, seperti menjadi ojek online, tukang sayur, dan sebagainya.

Hal ini tentunya sedikit banyak mengganggu konsetrasi guru dalam proses pembelajaran, karena kelelahan dan banyak pikiran.

Jika kebutuhan dasar ini sudah terpenuhi, berupa upah yang layak dan teratur, proses pembelajaran akan kondusif sehingga potensi keberhasilan didalamnya semakin besar.

Baca Juga: Bagaimana Cara Menyusun Skripsi Yang Baik? Tips Menyusun BAB 1 2 3 4 5

Guru akan lebih tenang dan rileks dalam mengajar, murid akan lebih semangat karena gurunya juga semangat. Sebagai bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, penghargaan terhadap guru harus bisa diselesaikan.

Sudah saatnya, kita angkat derajat guru ke derajat mulia dan lebih sejahtera, bukan hanya katanya, namun faktanya.***

 

Disclaimer: Penulis adalah Nizar Nabila Mahasiswa UIN Prof K.H Saifuddin Zuhri Purwokerto. Seluruh isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mewakili kebijakan redaksi.

Editor: Rifatuts Tsaniyah

Tags

Terkini

Terpopuler