Blended Learning, Langkah Strategis Mewujudkan Transformasi Digital Demi Meningkatkan Kapasitas SDM Indonesia

- 13 November 2022, 13:28 WIB
Ilustrasi Blended Learning
Ilustrasi Blended Learning /dok Sekolah Murid Merdeka

PURBALINGGAKU - Transformasi digital dewasa ini sudah merambah ke berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali dalam sektor Pendidikan yang merupakan sarana pembentuk generasi Sumber Daya Manusia (SDM) di masa depan.

Meskipun awalnya tidak sedikit yang menolak transformasi digital, dengan dalih keterbatasan kepemilikan perangkat teknologi, tetapi pandemi Covid-19 memaksa pengoptimalan teknologi di seluruh level Pendidikan.

Pendidikan merupakan suatu langkah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan manusia yang masuk ke dalam pembangunan nasional. Langkah strategis dalam sektor Pendidikan sudah semestinya dicanangkan untuk menjawab tantangan perubahan tatanan kehidupan yang berbasis digital.

Penyusunan rencana strategis transformasi digital dalam Pendidikan, bukanlah suatu hal yang dibuat tanpa tujuan. Sehingga, diperlukan pemetaan masalah untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia unggul dan memiliki daya saing di tengah pergeseran paradigma kehidupan.

Hal ini menjadi langkah strategis untuk mendidik generasi penerus bangsa yang melek teknologi.

Metode Pembelajaran Blended learning

Istilah blended learning merujuk pada metode pembelajaran, dengan mengkombinasikan dua atau lebih metode, diantaranya teknologi web-based, pembelajaran mandiri, teknologi instruksional, dan aktualisasi (Oliver & Trigwell, 2005).

Penggunaan blended learning mungkin masih dikatakan baru, sebelumnya terdapat istilah hybrid learning yang menggabungkan antara pembelajaran konvensional dan berbasis digital pula. Keduanya sering dikomparasikan ke dalam variabel penelitian, tetapi secara konsep sebenarnya sama.

Blended learning bukan hanya sekedar menggabungkan metode konvensional dan digital, tetapi lebih kompleks. Hal itu karena metode ini bisa menggunakan penggabungan beberapa metode untuk diterapkan.

Graham (2006) mengemukakan bahwa model ini dirumuskan untuk memenuhi penggabungan metode yang diinginkan. Kelebihannya, dapat menutupi kelemahan pembelajaran konvensional. Graham mengilustrasikan kekuatan dan kelemahan yang berbeda dalam diskusi tatap muka, dibandingkan dengan diskusi berbasis digital. Misalnya seorang pengajar yang memilih menggabungkan keduanya, diawali dari eksplorasi singkat diskusi tatap muka untuk membangkitkan semangat dari topik yang dibahas, lalu dilanjutkan pemahaman mendalam pada diskusi digital.

Lebih lanjut, model blended learning dapat dibagi ke dalam 4 (empat) kuadran (Charuman dkk, 2018), sebagai berikut.

  1. Live Synchronous (LS) adalah pembelajaran antara siswa dan pengajar yang terjadi di waktu yang sama (tatap muka). Pembelajaran ini dapat melingkupi diskusi, presentasi, ceramah, workshop, praktek laboratorium, mentoring, role modelling dan pembelajaran lapangan.
  2. Virtual Synchronous (VS) adalah pembelajaran antara siswa dan pengajar yang terjadi di waktu yang sama, tetapi berbeda tempat. Pembelajaran ini melingkupi e-mentoring, konferensi audio, konferensi video dan web-based seminars (webinar).
  3. Self-Directed Asynchronous (SA) adalah metode pembelajaran antara siswa dan pengajar pada waktu dan tempat tertentu. Pembelajaran ini difasilitasi dengan simulasi, animasi, skenario, modul, link sumber dan online self-assessment.
  4. Collaborative Asynchronous (CA) adalah pembelajaran yang terjadi melalui sumber daya pihak ketiga. Pembelajaran ini menggunakan dimediasi menggunakan alat pembelajaran, misalnya e-mail, online bulletin boards, forum diskusi online, daftar mailing, dan online assignment.

Kuadran tersebut cocok diterapkan sebagai rencana strategis untuk mengubah kebiasaan pembelajaran konvensional menuju transformasi digital. Keduanya tetap bisa berjalan secara beriringan, tanpa menurunkan semangat peserta didik untuk tetap saling berinteraksi dengan pengajar maupun sesama peserta didik. Penanaman penggunaan blended learning, secara psikologis lama-lama akan membentuk suatu kebiasaan. Kebiasaan inilah yang mempermudah penerapan transformasi digital dengan tidak menghilangkan kebiasaan pembelajaran konvensional.

Penerapan Blended learning di Indonesia

Blended learning sudah mulai diterapkan di Indonesia, terutama saat pandemi covid 19 yang mengharuskan pembelajaran tanpa tatap muka. Hal ini menjadi dasar untuk melanjutkan metode pembelajaran campuran antara konvensional dan berbasis digital. Peserta didik mendapatkan pengalaman baru ketika pandemi sudah mereda.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetya dkk (2020) yang berjudul Designing Rich Interactive Content for Blended learning: A Case Study from Indonesia di Universitas Malang. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa blended learning mampu menjawab kebutuhhan siswa yang tidak dapat menghadiri kelas sepenuhnya, tetapi menuntut adanya kesempatan untuk interaksi pribadi.

Studi tersebut mengusulkan pengembangan dan penggunaan konten praktis dan interaktif berbasis dokumen di EPUB3 untuk menyediakan konten intruksional yang menarik. EPUB3 adalah standar penerbitan digital dengan fitur canggih dan implementasi yang fleksibel. Konten buku digital EPUB3 diintegrasikan ke dalam sistem manajemen pembelajaran untuk mendukung pembelajaran campuran antara Synchronous dan Asynchronous.

Penyebaran kuisioner dilakukan pada 155 mahasiswa di Universitas Negeri Malang, Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa model konten tersebut layak untuk dikembangkan dan cocok diterapkan dalam lingkungan blended learning. Mahasiswa memiliki antusiasme untuk terlibat dalam berbagai kegiatan pembelajaran yang menambah pengalaman baru bagi mereka.

Lalu, bagaimana pada level Pendidikan yang paling rendah? Seperti yang diketahui, bahwa siswa pada level Pendidikan dasar sulit dipahami sisi psikologisnya. Tetapi, kenyataan bahwa penggunaan teknologi saat ini sudah merambah ke berbagai usia, memberikan pengalaman tersendiri bagi seorang anak. Penggunaan teknologi menjadi memiliki manfaat yang lebih besar karena digunakan untuk memfasilitasi Pendidikan mereka.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulthoniyah dkk (2022) dengan judul Efektivitas Model Hybrid Learning dan Blended learning Terhadap Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa metode pembelajaran tersebut berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa Sekolah Dasar di MI Al-Karim Surabaya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran angket menggunakan Google Form dengan teknis analisis regresi linier berganda.

Artinya, pembelajaran berbasis blended learning bisa diaplikasikan dari level Pendidikan yang paling dasar hingga perguruan tinggi. Hal tersebut bisa meningkatkan pengalaman belajar siswa, serta menggunakan teknologi secara lebih bijaksana untuk kebutuhan peningkatan kapasitas peserta didik, bukan hanya dari segi kemampuan menggunakan teknologi saja tetapi juga menyerap materi yang disampaikan oleh pengajar.

Mengapa Blended learning?

Penerapan blended learning bukanlah bagai mencincang air. Tetapi memiliki manfaat yang dapat menunjang kemajuan sektor Pendidikan di era disrupsi. Graham (2006) menjelaskan 3 (tiga) alasan penting mengapa diperlukan blended learning, diantaranya pedadogi yang lebih baik, meningkatkan akses dan feksibilitas, serta meningkatnya biaya manfaat.

Berdasarkan penelitan Widiawara dengan judul Blended learning sebagai Alternatif Pembelajaran di era digital, mengungkapkan manfaat penerapan blended learning. Diantaranya, penyampaian pembelajaran dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja dengan memanfaatkan system jaringan internet, peserta didik memiliki keleluasaan untuk mempelajari materi atau bahan ajar secara mandiri dengan memanfaatkan bahan ajar yang tersimpan secara online.

Selanjutnya kegiatan diskusi berlangsung secara online atau offline dan berlangsung diluar jam pelajaran, kegiatan diskusi berlangsung baik antara peserta didik dengan guru maupun antara peserta didik itu sendiri.

Pengajar dapat mengelola dan mengontrol pembelajaran yang dilakukan siswa diluar jam pelajaran peserta didik. Pengajar dapat meminta kepada peserta didik untuk mengkaji materi pelajaran sebelum pembelajaran tatap muka berlangsung dengan menyiapkan tugas-tugas pendukung. Serta target pencapaian materi-materi ajar dapat dicapai sesuai dengan target yang ditetapkan.

Disisi lain, blended learning dapat membiasakan siswa untuk menggunakan perangkat teknologi serta mengakses software atau sistem komputer. Sehingga ia akan lebih mahir dari segi keterampilan digital.

Melalui penerapan blended learning, menjadi jalan untuk mempermudah rencana strategis Pendidikan di Indonesia yang sedang gencar dengan transformasi digital. Hal ini juga sangat baik untuk membentuk karakter generasi Sumber Daya Manusia di masa mendatang.

Tantangan Transformasi Teknologi Dalam Sektor Pendidikan Indonesia

Kehadiran transformasi digital mengakibatkan munculnya lapangan pekerjaan baru yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bahkan beberapa jenis pekerjaan memungkinkan pegawai tidak harus datang ke kantor. Fenomena virtual office pun mulai bermunculan, dimana pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik meskipun sifatnya komersil, tanpa harus berada di kantor.

Trilling & Fadel (2019) mengungkapkan jika akan terjadi perubahan-perubahan di abad 21 ini, diantaranya terkoneksinya transportasi dan informasi di dunia, berubahnya pendapatan dan pekerjaan baru akibat pertumbuhan ekonomi dan kompetisi persaingan global.

Lalu, apa hubunganya dengan sektor Pendidikan? Pendidikan adalah sarana untuk menciptakan calon generasi Sumber Daya Manusia di masa depan. Mereka nantinya akan bersaing untuk menciptakan atau mendapatkan lapangan pekerjaan. Sehingga perlu persiapan sejak dini untuk menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di era digitalisasi.

Kemdikbud (2013), mengungkapkan bagaimana membangun paradigma pembelajaran abad 21 yang memberikan penekanan pada kemaampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber, berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah serta dapat berpikir secara analitis.

Lebih lanjut, Wegner (2010) mengatakan jika siswa harus menguasai keterampilan dan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah kolaborasi dan kepemimpinan, ketangkasan mempunyai jiwa entrepreneur, punya inisiatif, kemampuan beradaptasi, menganalisis informasi, berimajinasi dan dapat berkomunikasi dengan baik.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Menrisbudristek), Nadiem Anwar Makarim dalam rapat kerja dengan komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) pada Senin, 26 September 2022 di Jakarta menjelaskan, bahwa lebih dari 1,6 juta guru di Indonesia sudah menggunakan platform Merdeka Mengajar yang membuka akses pada pengembangan diri secara lebih mandiri dan sesuai kondisi. Kemudian terdapat lebih dari 3500 komunitas belajar para guru, terkumpulnya lebih dari 55 ribu konten belajar mandiri.

Transformasi teknologi sudah membantu terfasilitasinya pengembangan diri lebih dari 724 ribu mahasiswa melalui program Kampus Merdeka, bergabungnya lebih dari 2700 mitra industry ke dalam Kampus Merdeka, bergabungnya lebih dari 43 ribu praktisi ke dalam program Praktisi Mengajar.

Tidak tanggung-tanggung, untuk memfasilitasi pergerakan transformasi digital di Indonesia, Mendikbudristek menggelontorkan potensi dana lebih dari 51 triliun rupiah yang pengelolaanya dilakukan dengan transparan dengan dukungan platfom, SIPLah, ARKAS dan TanyaBOS.

Indonesia siap untuk menjawab pergeseran paradigma Pendidikan melalui Kemenrisbudtek dengan menghadirkan transformasi digital di berbagai level Pendidikan. Salah satunya, penggunaan metode blended learning yang sudah diterapkan di Indonesia. Tidak hanya untuk peserta didik saja, pengajar pun dituntut untuk lebih menguasai perkembangan teknologi agar menghasilkan siswa yang memiliki kapasitas mumpuni.***

 

Artikel ini ditulis oleh: Yon Daryono, S.Sos. M.Sos (Sosiolog)

Editor: Tias Cahya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x