Menguak Ancaman ketika Lubuk Sungai di Purbalingga Menghilang

- 18 September 2023, 10:26 WIB
Pegiat dan pemerhati lingkungan lintas komunitas menggelar diskusi 'Kali Ilang Kedunge' menyoroti fenomena degradasi lingkungan dan kekeringan di Purbalingga.
Pegiat dan pemerhati lingkungan lintas komunitas menggelar diskusi 'Kali Ilang Kedunge' menyoroti fenomena degradasi lingkungan dan kekeringan di Purbalingga. /

PURBALINGGAKU- Ada ancaman yang mengintai ketika lubuk-lubuk sungai mulai menghilang. Tanda-tanda ancaman itu rupanya sudah diraskan warga Purbalingga sejak bertahun-tahun silam.

Rangkaian peristiwa bencana itulah yang akhirnya menyulut sejumlah pegiat dan pemerhati lingkungan lintas komunitas untuk menggelar diskusi bertajuk 'Kali Ilang Kedunge'.

Diskusi dilakukan untuk menyorot fenomena degradasi lingkungan dan kekeringan yang terjadi di Purbalingga.

"Diskusi ini terselenggara karena kepedulian kita adanya kasus kekeringan yang meluas akhir-akhir ini," kata penggagas acara Kris Hartoyo Yahya pada diskusi yang berlangsung di Misbar Taman Kota, Minggu (17/09/2023).

Baca Juga: Purbalingga dan Tono City Jalin Kerjasama Pengiriman Tenaga Kerja ke Jepang

Kekeringan yang meluas, kata Kris, ditengarai karena adanya degradasi lingkungan yang terjadi. "Kerusakan alam tentu akan berdampak berbagai bencana, pada musim penghujan semakin mudah banjir dan longsor, jika musim kemarau mudah kekeringan. Hal ini perlu menjadi kepedulian bersama," ujarnya.

Perwakilan Perhimpunan Pegiat Alam Ganesha Muda (PPA Gasda) Gunanto menyampaikan data dari BPBD per 16 September 2023 kekeringan terjadi pada 58 desa di 13 kecamatan. "Artinya kekeringan hampir terjadi di setiap kecamatan yang ada di Purbalingga," katanya.

Pegiat dan pemerhati lingkungan lintas komunitas menggelar diskusi 'Kali Ilang Kedunge' menyoroti fenomena degradasi lingkungan dan kekeringan di Purbalingga.
Pegiat dan pemerhati lingkungan lintas komunitas menggelar diskusi 'Kali Ilang Kedunge' menyoroti fenomena degradasi lingkungan dan kekeringan di Purbalingga.

BPBD dan lintas organisasi / komunitas telah menyalurkan 583 tangki air atau 2.680.000 liter air untuk 1937 KK yang terdampak dengan jumlah 7403 jiwa. "Jumlahnya akan lebih banyak tentu karena jangkauan bantuan yang terbatas. Ada masyarakat secara mandiri mencari air," kata Gunanto yang menjadi moderator diskusi.

Ketua Komunitas Pegiat Alam Mayapada Rully Suyitno menyebutkan, pecinta alam dan lintas komunutas sudah banyak melakukan kegiatan konservasi, seperti penanaman pohon, bersih sungai, pemeliharaan mata air, pendataan juga edukasi. "Kami butuh dukungan dan kolaborasi yang lebih baik dengan seluruh stakeholder agar kegiatan tidak dilaksanakan sporadis tetapi komprehensif dan berkelanjutan," katanya.

Sarwanto, Kordinator Pos Penyuluh Kehutanan (Posluhut) Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah VII Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (LHK) Provinsi Jawa Tengah menyatakan degradasi lingkungan memang terjadi. Banyak penggundulan dan peralihan hutan menjadi peruntukan lainnya yang kurang bernilai konservasi.

Baca Juga: Penambang Ilegal di Sungai Klawing Purbalingga Resahkan Warga Tiga Desa

"Tantangan kita di lapangan memang benturan antara konservasi dengan kepentingan lainnya, dalam hal ini ekonomi," katanya.

Untuk itu, Sarwanto mengajak semua pihak berkolaborasi dalam kerangka memperbaiki kerusakan lingkungan, salah satunya dengan penanaman. "Kami siap memfasilitasi jika ada kebutuhan bibit juga berkoordinasi dalam penanamannya," katanya.

Budayawan Agus Sukoco menyatakan tema diskusi ini memang relevan dengan kejadian yang terjadi. Menurutnya, 'Kali Ilang Kedunge' memang sebuah kenyataan.

Pegiat dan pemerhati lingkungan lintas komunitas menggelar diskusi 'Kali Ilang Kedunge' menyoroti fenomena degradasi lingkungan dan kekeringan di Purbalingga.
Pegiat dan pemerhati lingkungan lintas komunitas menggelar diskusi 'Kali Ilang Kedunge' menyoroti fenomena degradasi lingkungan dan kekeringan di Purbalingga.

"Banyak lubuk sungai yang menjadi tempat bermain di saat saya kecil sekarang sudah tidak ada," katanya.

Menurutnya, perlu perubahan paradigma budaya untuk memperbaiki lingkungan. Misalnya, menempatkan sungai sebagai halaman depan yang harus dijaga.

"Konsepnya dalam Budaya Jawa ada 'Memayu Hayuning Bawono', yang artinya 'mempercantik kecantikan bumi'. Dengan demikian, kita ditugaskan bukan hanya menjaga tetapi mempercantik bumi yang sudah cantik," katanya

Yudhia Patriana, pengawas Perumda Tirta Perwira menyatakan pihaknya mengelola 17 mata air dan tentunya terpengaruh dengan keadaan lingkungan. Oleh karena itu, tentu saja pihaknya membuka lebar-lebar kolaborasi dalam pelestarian lingkungan.

Baca Juga: Pemilihan Ketua OSIS SMP N 1 Kemangkon Gandeng KPU Purbalingga

Kepala Dinas Pertanian Mukodam menyebutkan kerusakan lingkungan juga berdampak terhadap produktivitas pertanian. Pihaknya, berupaya untuk menyarankan petani praktek-praktek budidaya tanaman yang lebih ramah lingkungan.

Hadir dalam kesempatan tersebut sekirar 50 orang yang berasal dari perwakilan dari organisasi pecinta alam dan pemerhati lingkungan. Diskusi berlangsung sampai tengah malam dengan hasil kongkrit dilakukan aksi dalam waktu dekat ini.

"Kami telah dan akan melanjutkan pelaksanakan program konservasi seperti penanaman bersama, bersih sungai, pemeliharaan mata air, edukasi juga melakukan langkah-langkah advokasi untuk menyentuh tataran kebijakan yang lebih berwawasan lingkungan. Tentunya dengan melibatkan semua pihak," pungkas Kris Hartoyo.***

Editor: M Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x