Muhammadiyah Minta Permendikbud PPKS yang Dinilai Legalkan Seks Bebas Dicabut

- 8 November 2021, 20:37 WIB
Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 yang menuai kontroversi karena dianggap melegalkan perzinahan.
Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 yang menuai kontroversi karena dianggap melegalkan perzinahan. /Kemendikbudristek

PURBALINGGAKU - Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyoroti Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah, H Lincoln Arsyad melalui keterangan tertulis Senin, 8 Desember 2021 mengungkapkan, Permen tersebut memiliki masalah formil dan materiil.

Dua masalah formil yang mendapat sorotan ialah, tidak terpenuhinya asas keterbukaan dalam pembentukan Permen tersebut dan tidak tertib muatan.

"Tidak terpenuhinya asas keterbukaan tersebut terjadi karena pihak-pihak yang terkait dengan materi Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 tidak dilibatkan secara luas, utuh, dan minimnya informasi dalam setiap tahapan pembentukan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip dari laman resmi Muhamadiyah.or.id.

Baca Juga: Gala Sky Andriansyah Pulang ke Jakarta, Tubagus Joddy Masih dalam Pemeriksaan

Sedangkan tidak tertib muatan, lanjut Linclon, terdapat dua kesalahan materi muatan yang mencerminkan adanya pengaturan yang melampaui kewenangan.

Pertama, Permen tersebut tidak mengatur materi muatan yang seharusnya diatur dalam level undang-undang, seperti mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional.

Kedua, Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 mengatur norma yang bersifat terlalu rigid dan mengurangi otonomi kelembagaan perguruan tinggi  melalui pembentukan “Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual”.

Sementara itu, beberapa masalah Materiil dalam Permen tersebut di antaranya seperti dalam perumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2)  yang memuat frasa ”tanpa persetujuan korban”.

Halaman:

Editor: Galuh Widoera Prakasa

Sumber: Muhammadiyah.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah